Sabtu, 05 November 2011
Review - Novel Laskar Pelangi
Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya
Itulah sebaris lirik lagu yang dibawakan oleh band Nidji dalam film Laskar Pelangi. Andrea Hirata seorang penulis asal Pulau Belitong yang kini bernama Provinsi Bangka Belitung melahirkan sebuah novel berjudul Laskar Pelangi yang dikemas apik tentang kehidupan anak-anak di pulau tersebut. Laskar Pelangi sendiri diambil dari sekumpulan anak-anak dari sekolah Muhammadiyah yang pada saat itu merupakan sekolah termiskin di Pulau Belitong.
Novel ini menceritakan seorang anak bernama Ikal yang melalui masa-masa pendidikan di Sekolah Muhammadiyah. Cerita tersebut bermula dari Ikal yang memasuki hari pertama masuk Sekolah Dasar. Hari pertama tersebut juga merupakan hari penentuan apakah Sekolah Muhammadiyah untuk seterusnya dibuka atau tidak apabila tidak memenuhi jatah kuota 10 siswa. Memang kehidupan yang keras di Pulau Belitong membuat orang-orang lebih memilih agar anaknya kelak menjadi buruh kuli timah atau kuli ngambat perahu yang memuat ikan-ikan. Karena kerasnya kehidupan tersebut untuk mendapatkan 10 siswa saja sangat susah.
Hari pertama tersebut sudah berdiri 9 siswa, yaitu Ikal, Lintang, Mahar, Syahdan, Sahara, Kucai, Trapani, Samson, dan A Kiong bersama orang tua masing-masing. Hanya kurang satu siswa saja untuk membuat Sekolah Muhammadiyah tetap dibuka.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10:55, kurang lima menit lagi penentuan tersebut, namun tak kunjung terlihat satu siswa tambahan. Keringat sudah mengucur dari dahi sembilan calon siswa tersebut. Sudah terlihat wajah kekecewaan bahwa hari ini mereka tidak jadi merasakan yang namanya bangku pendidikan dan melewatkan hari-hari berikutnya bersama pekerjaan kasar nan memilukan.
Jam sudah menunjukkan pukul 11, waktunya Pak Harfan selaku Kepala Sekolah Muhammadiyah mengumumkan penutupan sekolah tersebut. Dengan langkah yang berat Pak Harfan naik mimbar podium untuk mengumumkan kepada seluruh hadirin bahwa Sekolah Muhammaddiyah akan ditutup untuk selamanya. Namun tak dapat dinyana, dari kejauhan terlihat seseorang yang dengan langkah terseot-seot namun penuh semangat datang ke arah Sekolah Muhammadiyah.
"Haruuunnn....." teriak Sahara yang merupakan satu-satunya calon siswa perempuan.
Dengan wajah yang tampak cerah sekali, Harun menghampiri Pak Harfan dan berkata, "Pak, saya ingin sekolah..." ucap Harun sambil terbata-bata. Harun memang terbelakang dalam hal mental, namun itu tak menjadi soal agar siswa di Sekolah Muhammadiyah genap menjadi 10 siswa. Senyum kembali merekah di wajah Pak Harfan untuk mengumumkan bahwa Sekolah Muhammdiyah tetap dibuka.
Cerita pun berlanjut dengan sistem pengajaran di Sekolah Muhammadiyah dengan segala keterbatasannya, bagaimana 10 siswa tersebut bisa membuat nama Sekolah Muhammadiyah menjadi terkenal lewat teaterikalnya, dan aksi-aksi menegangkan dalam menemukan seorang anak yang menghilang bernama Flo. Bagaimana cerita kelanjutannya? Ada baiknya anda membaca novel ini.
Novel ini berlatarbelakang Pulau Belitung yang dahulu timah merupakan urat nadi perekonomian di pulau tersebut. Dari hasil tambang itulah berdiri bangunan-bangunan bertekstur Eropa. Berdiri fasilitas-fasilitas yang pada saat itu hanya orang yang mempunyai HAK yang bisa menikmatinya. Namun semua kemewahan itu harus lenyap saat harga timah turun drastis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hmmnn..
BalasHapusaku suka banget lho Tetralogi novel ini..
Bener2 novel penggugah semangat..
Samantaa..
:D